[126]. Adalah menjadi kebiasaan orang-orang Arab Jahiliyah setelah
menunaikan haji lalu bermegah-megahan tentang kebesaran nenek
moyangnya. Setelah ayat ini diturunkan maka memegah-megahkan nenek
moyangnya itu diganti dengan dzikir kepada Allah.
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa orang-orang Jahiliyyah wuquf di musim pasar.
Sebagian dari mereka selalu membangga-banggakan nenek moyangnya yang telah membagi-bagi makanan,
meringankan beban, serta membayarkan diat (denda orang lain). Dengan kata lain, di saat wuquf itu,
mereka menyebut-nyebut apa yang pernah dilakukan oleh nenek moyangnya. Maka turunlah ayat tersebut di atas
(S. 2: 200) sampai: asyadda dzikira, sebagai petunjuk apa yang harus dilakukan di saat Wuquf.
(Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Abbas.)
Menurut riwayat lain, orang-orang di masa itu apabila telah melakukan manasik, berdiri di
sisi jumrah menyebut-nyebut jasa-jasa nenek moyang di zaman jahiliyyah. Maka turunlah ayat
tersebut di atas (S. 2: 200) sebagai petunjuk apa yang harus dilakukan di sisi Jumrah.
(Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Mujahid.)
Menurut riwayat lain, salah satu suku bangsa Arab sesampainya ke tempat wuquf berdoa: "Ya Allah,
semoga Allah menjadikan tahun ini tahun yang banyak hujannya, tahun makmur yang membawa kemajuan
dan kebaikan. Mereka tidak menyebut-nyebut urusan akhirat sama sekali. Maka Allah menurunkan ayat
tersebut di atas sampai akhir ayat (S. 2: 200) sebagai petunjuk bagaimana seharusnya berdoa. Setelah
itu kaum Muslimin berdoa sesuai petunjuk dalam al-Qur'an (S. 2: 201) yang kemudian ditegaskan oleh
Allah SWT dengan firman-Nya ayat berikutnya (S. 2: 202).
(Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Abbas.)
|